GERBANG AGROPOLITAN TERANTANG MERUPAKAN BASIS INOVASI TEKNOLOGI UNTUK PELAKU UTAMA DAN PELAKU USAHA PERTANIAN DIPERSEMBAHKAN OLEH H.RAJIHAN

SELAMAT DATANG DI TERANTANG

SELAMAT DATANG DI DAERAH SENTRA BUAH JERUK DAN PADI SIAM MUTIARA,WILAYAH BINAAN KARANG DUKUH DAN KARANG BUAH TERANTANG KECAMATAN BELAWANG KABUPATEN BARITO KUALA KALIMANTAN SELATAN

Selasa, 15 Oktober 2013

SEJARAH PENYULUHAN



Sejarah Penyuluhan Pertanian di Indonesia

Kelahiran penyuluhan pertanian modern, sebenarnya baru dimulai di Irlandia pada tahun 1847, yaitu sejak terjadinya krisis penyakit tanaman kentang yang terjadi pada 1845-1851 (Jones, 1982). Modernisasi penyuluhan pertanian secara besar-besaran, justru terjadi di Jerman pada akhir abad 19, yang kemudian menyebar ke Denmark, Swis, Hungaria dan Rusia.  Sementara itu, Perancis tercatat sebagai negara yang untuk pertama kali mengembangkan penyuluhan pertanian yang dibiayai negara sejak tahun 1879.  Pada awal abad 20, kegiatan penyuluhan pertanian umumnya masih dilakukan dengan skala kecil-kecil baik yang diorganisir oleh lembaga/instansi pemerin-tah maupun perguruan tinggi. Tetapi, seiring dengan perkembangan-nya, organisasi penyuluhan pertanian tumbuh semakin kompleks dan semakin birokratis.

Kelahiran penyuluhan pertanian ”modern”  disebabkan oleh beberapa kondisi yang diperlukan bagi kelahiran penyuluhan pertanian,, yang  ditandai oleh (Swanson et al, 1997):

1)      Adanya praktek-praktek baru dan temuan-temuan penelitian
2)      Kebutuhan tentang pentingnya informasi untuk diajarkan kepada petani
3)      Tekanan terhadap perlunya organisasi penyuluhan
4)      Ditetapkannya kebijakan penyuluhan
5)      Adanya masalah-masalah yang dihadapi di lapangan

Pada perkembangan terakhir, dewasa ini penyuluhan pertanian telah diakui sebagai suatu sistem penyampaian informasi dan pemberian nasehat penggunaan input dalam pertanian modern.
  
Banyak kalangan yang menyebut kelahiran penyuluhan pertanian di Indonesia bersamaan dengan dibangunnya Kebun Raya Bogor pada 1817.  Tetapi almarhum Prof. Iso Hadiprodjo keberatan, dan menun-juk tahun 1905 bersamaan dengan dibukanya Departemen Pertanian, yang antara lain memiliki tugas melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian sebagai awal kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia. 

Hal ini disebabkan, karena kegiatan “penyuluhan” sebelum 1905 lebih berupa pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan “tanam-paksa” atau cultuurstelsel.

Meskipun kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia telah berlang-sung lebih dari seabad, tetapi kehadirannya sebagai ilmu tersendiri baru dilakukan sejak dasawarsa 60’an yang dikenalkan melalui Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA). Tulisan-tulisan tentang penyuluhan pertanian, masih ditulis dalam bentuk booklet yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian, yang antara lain ditulis oleh: Hasmosoewignyo Arifin Mukadas, dan Sukandar Wiriatmadja.  Sedang buku teks tentang penyuluhan yang pertama kali, ditulis oleh Soejitno pada tahun 1968. 


Di lingkungan perguruan tinggi, ilmu penyuluhan pertanian baru dikembangkan sejak 1976 bersamaan dengan dibukanya jurusan Penyuluhan Pertanian di Sekolah Pasca Sarjana IPB. Sedang untuk program S1, program studi penyuluhan dan komunikasi pertanian baru dibuka sejak diberlakukannya Kurikulum Nasional pada 1998.  Sebelum itu, (di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada) ilmu penyuluhan pertanian diajarkan dalam mata-kuliah Paedagogiek Penyuluhan Pertanian.

Di masa kemerdekaan, kegiatan penyuluhan pertanian telah dimulai sejak awal ditandai dengan dibentuknya Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD)  pada tahun 1949 yang semakin diintensifkan pada awal Revolusi Hijau pada masa Padi Sentra. Memasuki era pelak-sanaan BIMAS di tahun 1967,  penyuluhan pertanian memasukkan perguruan tinggi sebagai bagian organik dari organisasi BIMAS sejak di tingkat Kabupaten, Propinsi, dan Pusat.

Pada tahun 1984, penyuluhan pertanian di Indonesia melalui proyek penyuluhan pertanian tanaman pangan (National Food Crps Extens-ion Project) meraih masa kejayaanya yang ditandai dengan pem-berian penghargaan FAO atas keberhasilannya mencapai swa-sembada beras.

Memasuki dasawarsa 1990-an semakin dirasakan menurunnya ”pamor” penyuluhan pertanian yang dikelola oleh pemerintah (Departemen Pertanian).  Hal ini terjadi, tidak saja karena perubahan struktur organisasi penyuluhan, tetapi juga semakin banyaknya pihak yang melakukan penyuluhan pertanian (perguruan tinggi, produsen sarana produksi dan LSM), serta semakin beragam dan mudahnya sumber-sumber informasi/inovasi yang dapat diakses oleh masyarakat (petani).


Pada tahun 1995, terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan pertanian melalui pembentukan Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) di setiap Kabupaten. Sayangnya, kinerja lembaga ini banyak dikritik karena kurangnya koordinasi dengan Dinas-teknis terkait. Kondisi seperti itu semakin diperburuk oleh bergulirnya era reformasi yang berakibat pada tidak meratanya perhatian pemerintah Kabupaten terhadap kegiatan penyuluhan pertanian.
Mencermati keadaan seperti itu, sebagai tindak lanjut kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan pada tanggal 15 Juni 2005 di Purwakarta, pada tanggal 15 Nopember 2006 berhasil diundangkan Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang diharapkan dapat memberikan landasan: kebijakan, program, kelembagaan, kete-nagaan, penyelenggaraan, pembiayaan, dan pengawasan penyuluhan pertanian.
  

Referensi:
Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: UNS Press.