Sejarah Penyuluhan Pertanian di Indonesia
Kelahiran penyuluhan pertanian modern, sebenarnya baru dimulai di Irlandia
pada tahun 1847, yaitu sejak terjadinya krisis penyakit tanaman kentang yang
terjadi pada 1845-1851 (Jones, 1982). Modernisasi penyuluhan pertanian
secara besar-besaran, justru terjadi di Jerman pada akhir abad 19, yang
kemudian menyebar ke Denmark, Swis, Hungaria dan Rusia. Sementara itu,
Perancis tercatat sebagai negara yang untuk pertama kali mengembangkan
penyuluhan pertanian yang dibiayai negara sejak tahun 1879. Pada awal
abad 20, kegiatan penyuluhan pertanian umumnya masih dilakukan dengan skala
kecil-kecil baik yang diorganisir oleh lembaga/instansi pemerin-tah maupun
perguruan tinggi. Tetapi, seiring dengan perkembangan-nya, organisasi
penyuluhan pertanian tumbuh semakin kompleks dan semakin birokratis.
Kelahiran penyuluhan pertanian ”modern” disebabkan oleh
beberapa kondisi yang diperlukan bagi kelahiran penyuluhan pertanian,,
yang ditandai oleh (Swanson et al, 1997):
1)
Adanya praktek-praktek baru dan temuan-temuan penelitian
2)
Kebutuhan tentang pentingnya informasi untuk diajarkan kepada petani
3)
Tekanan terhadap perlunya organisasi penyuluhan
4)
Ditetapkannya kebijakan penyuluhan
5)
Adanya masalah-masalah yang dihadapi di lapangan
Pada perkembangan terakhir, dewasa
ini penyuluhan pertanian telah diakui sebagai suatu sistem penyampaian
informasi dan pemberian nasehat penggunaan input dalam pertanian modern.
Banyak kalangan yang menyebut kelahiran penyuluhan pertanian di Indonesia
bersamaan dengan dibangunnya Kebun Raya Bogor pada 1817. Tetapi almarhum
Prof. Iso Hadiprodjo keberatan, dan menun-juk tahun 1905 bersamaan dengan
dibukanya Departemen Pertanian, yang antara lain memiliki tugas melaksanakan
kegiatan penyuluhan pertanian sebagai awal kegiatan penyuluhan pertanian di
Indonesia.
Hal ini disebabkan, karena kegiatan “penyuluhan” sebelum 1905 lebih berupa
pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan “tanam-paksa” atau cultuurstelsel.
Meskipun kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia telah berlang-sung
lebih dari seabad, tetapi kehadirannya sebagai ilmu tersendiri baru dilakukan
sejak dasawarsa 60’an yang dikenalkan melalui Sekolah Pertanian Menengah Atas
(SPMA). Tulisan-tulisan tentang penyuluhan pertanian, masih ditulis dalam
bentuk booklet yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian, yang antara lain
ditulis oleh: Hasmosoewignyo Arifin Mukadas, dan Sukandar Wiriatmadja.
Sedang buku teks tentang penyuluhan yang pertama kali, ditulis oleh Soejitno
pada tahun 1968.
Di lingkungan perguruan tinggi, ilmu penyuluhan pertanian baru
dikembangkan sejak 1976 bersamaan dengan dibukanya jurusan Penyuluhan Pertanian
di Sekolah Pasca Sarjana IPB. Sedang untuk program S1, program studi penyuluhan
dan komunikasi pertanian baru dibuka sejak diberlakukannya Kurikulum Nasional
pada 1998. Sebelum itu, (di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada)
ilmu penyuluhan pertanian diajarkan dalam mata-kuliah Paedagogiek Penyuluhan
Pertanian.
Di masa kemerdekaan, kegiatan penyuluhan pertanian telah dimulai sejak awal
ditandai dengan dibentuknya Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) pada
tahun 1949 yang semakin diintensifkan pada awal Revolusi Hijau pada masa Padi
Sentra. Memasuki era pelak-sanaan BIMAS di tahun 1967, penyuluhan
pertanian memasukkan perguruan tinggi sebagai bagian organik dari organisasi
BIMAS sejak di tingkat Kabupaten, Propinsi, dan Pusat.
Pada tahun 1984, penyuluhan pertanian di Indonesia melalui proyek
penyuluhan pertanian tanaman pangan (National Food Crps Extens-ion Project)
meraih masa kejayaanya yang ditandai dengan pem-berian penghargaan FAO atas
keberhasilannya mencapai swa-sembada beras.
Memasuki dasawarsa 1990-an semakin dirasakan menurunnya ”pamor” penyuluhan
pertanian yang dikelola oleh pemerintah (Departemen Pertanian). Hal ini
terjadi, tidak saja karena perubahan struktur organisasi penyuluhan, tetapi
juga semakin banyaknya pihak yang melakukan penyuluhan pertanian (perguruan
tinggi, produsen sarana produksi dan LSM), serta semakin beragam dan mudahnya
sumber-sumber informasi/inovasi yang dapat diakses oleh masyarakat (petani).
Pada tahun 1995, terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan
pertanian melalui pembentukan Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) di
setiap Kabupaten. Sayangnya, kinerja lembaga ini banyak dikritik karena
kurangnya koordinasi dengan Dinas-teknis terkait. Kondisi seperti itu semakin
diperburuk oleh bergulirnya era reformasi yang berakibat pada tidak meratanya
perhatian pemerintah Kabupaten terhadap kegiatan penyuluhan pertanian.
Mencermati keadaan seperti itu, sebagai tindak lanjut kebijakan
Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan pada
tanggal 15 Juni 2005 di Purwakarta, pada tanggal 15 Nopember 2006 berhasil
diundangkan Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
yang diharapkan dapat memberikan landasan: kebijakan, program, kelembagaan,
kete-nagaan, penyelenggaraan, pembiayaan, dan pengawasan penyuluhan pertanian.
Referensi:
Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: UNS
Press.